Ada beberapa konsep reaksi oksidasi reduksi, antara lain:
Konsep I:
Reaksi Oksidasi adalah reaksi antara suatu zat dengan oksigen.
Contoh :
2Mg(s) + O2(g) → 2MgO(g)
CH4(g) + O2(g) → CO2(g) + 2H2O(g)
Reaksi Reduksi adalah reaksi pelepasan oksigen dari suatu zat
Contoh :
FeO(s) + CO(g) → Fe(s) + CO2(g)
CuO(s) + H2(g) → Cu(s) + H2O(g)
Konsep II :
Oksidasi adalah pelepasan elektron.
Contoh :
Fe2+ → Fe3+ + 3e
Ca → Ca2+ + 2e
Reduksi adalah penerimaan elektron.
Contoh :
Cu2+ + 2e → Cu
Cl2 + 2e → 2Cl–
Jika pada suatu reaksi ada zat yang mengalami oksidasi, tentu
disertai adanya zat yang mengalami reduksi, demikian pula sebaliknya.
Dengan demikian, zat yang mengalami oksidasi dapat mereduksi zat lain
(disebut reduktor), dan zat yang mengalami reduksi dapat mengoksidasi
zat lain (disebut oksidator).
Dalam reaksi redoks, banyaknya elektron yang dilepaskan oleh zat
reduktor sama dengan banyaknya elektron yang diterima oleh zat
oksidator.
Contoh:
Konsep III :
Oksidasi adalah pertambahan bilangan oksidasi(BO/Biloks).
Contoh :
Reduksi adalah pengurangan bilangan oksidasi (BO/Biloks)
Contoh :
Reaksi reduksi dan oksidasi terjadi pada saat yang bersamaan yang dikenal dengan reaksi redoks. Bila satu jenis zat mengalami redoks, maka disebut autoredoks/disproporsionasi.
Contoh :
a. Hukum Kekekalan Massa (Hukum Lavoisier)
“Massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama”.
Contoh:
S + O 2 → SO 2
2 gr 32 gr 64 gr
b. Hukum Perbandingan Tetap (Hukum Proust)
“Perbandingan massa unsur dalam tiap senyawa adalah tetap”
Contoh:
H 2 O → massa H : massa O = 2 : 16 = 1 : 8
c. Hukum Perbandingan Berganda (Hukum Dalton)
“Jika dua unsur dapat membentuk dua senyawa atau lebih, dan massa salah
satu unsur sama, perbandingan massa unsur kedua berbanding sebagai
bilangan bulat dan sederhana”.
Contoh:
– Unsur N dan O dapat membentuk senyawa NO dan NO 2
– Dalam senyawa NO, massa N = massa O = 14 : 16
– Dalam senyawa NO 2 , massa N = massa O = 14 : 32
– Perbandingan massa N pada NO dan NO 2 sama maka
perbandingan massa O = 16 : 32 = 1 : 2
d. Hukum Gas Ideal
Untuk gas ideal atau suatu gas yang dianggap ideal berlaku rumus :
PV = n RT
Keterangan:
P = tekanan (atmosfir)
V = volume (liter)
n = mol = gram/Mr
R = tetapan gas (lt.atm/mol.K)
T = suhu (Kelvin)
Dari rumus tersebut dapat diperoleh :
II. MASSA ATOM RELATIF DAN MASSA MOLEKUL RELATIF
III. KONSEP MOL
a. Dalam ilmu kimia satuan jumlah yang digunakan adalah mol
b. satu mol adalah sejumlah zat yang mengandung 6,02 x 10^23 partikel Hubungan Mol dengan jumlah partikel
Jumlah Partikel = mol x 6,02 x 10^23
mol = Jumlah partikel / 6,02 x 10^23 Hubungan Mol dengan Massa
Untuk unsur :
mol = gram / Ar
gram = mol x Ar
Untuk senyawa :
mol = gram/Mr
gram = mol x Mr
Hubungan Mol dengan Volume Gas
Setiap satu mol gas apa saja keadaan standard (0oC, 1 atm) mempunyai volume : 22, 4 liter.
Volume gas = mol x 22,4
mol = Volume / 22,4
Hubungan mol, jumlah partikel dan hubungan gas dapat digambarkan dalam bentuk
diagram sebagai berikut :
IV. PERSAMAAN REAKSI
Suatu reaksi benar jika memenuhi :
• Hukum kekekalan massa
• Hukum kekekalan muatan
Untuk memenuhi kedua hukum tersebut, koefisien reaksi harus disetarakan.
Dalam suatu reaksi, koefisien reaksi menyatakan : Perbandingan mol atau untuk fase gas juga menyatakan perbandingan volume.
Keterangan :
Berat = mol x Mr (atau Ar)
Jumlah partikel = mol x 6,02 x 10^23
Volume (0oC , 1 atm) = mol x 22,5 L
V. RUMUS EMPIRIS DAN RUMUS MOLEKUL
Rumus Empiris : rumus yang menyatakan perbandingan terkecil atom-atom dari unsur-unsur yang menyusun suatu senyawa.
Rumus Molekul : rumus yang menyatakan jumlah atom-atom dari unsur-unsur yang menyusun satu molekul senyawa.
Perkembangan Atom Dalton mengemukakan bahwa Atom merupakan bagian terkecil dari suatu unsur
Perkembangan atom Rutherford mengemukakan bahwa atom terdiri atas inti atom yang bermuatan positif dan dikelilingi elektron yang bermuatan negatif pada lintasan tertentu.
Teori atom Niels Bohr. Bohr sendiri mengemukakan bahwa elektron
dalam atom beredar pada lintasan-lintasan dengan tingkat energi
tertentu tanpa memancarkan atau menyerap energi. Perpindahan elektron
dari tingkat energi rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi disertai
penyerapan atau absorbsi energi, demikian pula sebaliknya.
Model atom Mekanika Gelombang
Teori Mekanika Gelombang dikemukakan oleh Max Planck, De Broglie, Schrodinger, dan Heisenberg 1. Teori Kuantum Max Planck (1990)
Teori ini menyatakan bahwa :
Energi radiasi yang diserap maupun dipancarkan oleh suatu benda
memiliki sifat diskrit dalam bentuk kelipatan satuan energi yang disebut
kuantum
Energi dari setiap kuantum sebanding dengan frekuensi radiasi yang dipancarkan atau diserap
2. Louis Victor de Broglie (1924)
Tokoh ini menyatakan tentang teori dualisme partikel gelombang :
elektron memiliki sifat sebagai partikel sekaligus sebagai gelombang. 3. Erwin Schrodinger (1926)
Tokoh ini berpendapat bahwa kedudukan elektron dalam atom tidak dapat
ditentukan dengan pasti, namun yang dapat ditentukan yaitu
kebolehjadian menemukan elektron pada suatu titik pada jarak tertentu
yang berasal dari intinya. Ruangan yang mempunyai kebolehjadian paling
besar ditemukan pada elektron disebut orbital. 4. Werner Heisenberg (1927)
Tokoh ini berpendapat bahwa kedudukan dan momentum elektron tidak
dapat ditentukan dengan tepat secara bersamaan yang dikenal dengan Asas
Ketidakpastian. B. Bilangan Kuantum
Bilangan kuantum digunakan untuk menyatakan kedudukan elektron pada suatu orbital. Macam-macam bilangan kuantum ada 4 yaitu :
1. Bilangan kuantum Utama (n)
Menunjukkan tingkat energi utama atau kulit elektron dalam atom
Harga n = 1,2,3,…,7. Untuk kulit K, L, M, N,…, Q
2. Bilangan kuantum azimut (l)
Menunjukkan kedudukan elektron pada sub kulit
Harga l = 0,1,2,……, (n-1)
l=0, menyatakan sub kulit s (sharp : tajam)
l=1, menyatakan sub kulit p (principal : utama)
l=2, menyatakan sub kulit d (diffuse : kabur)
l=3, menyatakan sub kulit f (fundamental : dasar)
3. Bilangan kuantum magnetik (m)
Bilangan kuantum magnetik menyatakan arah orientasi orbital di dalam ruang relatif terhadap orbital lain.
Harga bilangan kuantum magnetik (m) : antara
4. Bilangan kuantum spin (s)
Menunjukkan arah putaran elektron terhadap sumbu orbitnya
Harga s = ± 1/2
Tanda +1/2 : arah putaran eletron berlawanan arah jarum jam, arah medan gravitasi magnet ke atas
Tanday -1/2 : arah putaran elektron searah jarum jam, arah medan magnet ke bawah
Bentuk-bentuk orbital
Subkulit s, tersusun dari sebuah orbital dengan bilangan kuantum
Subkulit p, tersusun dari tiga orbital dengan bilangan kuantum . Tiga orbital p adalah px, py, dan pz
Subkulit d, tersusun dari lima orbital dengan bilangan kuantum .
Arah orientasi orbital d dibedakan menjadi orientasi di antara sumbu dan
orientasi pada sumbu
2. Konfigurasi elektron
Konfigurasi elektron merupakan penataan elektron-elektron dalam atom.
Ada tiga aturan untuk menggambarkan konfigurasi elektron dari suatu
atom, yaitu :
1. Aturan Aufbau
Pengisian elektron pada orbital dimulai dari energi paling rendah kemudian ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Jika ditulis memanjang adalah sebagai berikut :
1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d 4p 5s 4d 4f 5p 6s 5d 6p 7s 5f 6d 7p…
2. Larangan Pauli
Pauli menyatakan bahwa tidak ada 2 elektron dalam 1 orbital yang
memiliki ke-4 bilangan kuantum yang sama. Yang berarti bahwa bilangan
kuantum spinnya harus berbeda yaitu + ½ atau – 1/2. Akibatnya, setiap
orbital dapat diisi maksimal 2 elektron (1 pasang elektron)
Subkulit s terdiri dari 1 orbital, dapat ditempati maksimal 2 elektron
Subkulit p terdiri dari 3 orbital, dapat ditempati maksimal 6 elektron
Subkulit d terdiri dari 5 orbital, dapat ditempati maksimal 10 elektron
Subkulit f terdiri dari 7 orbital, dapat ditempati maksimal 14 elektron
Pada pengisian orbital yang setingkat, elektron-elektron tidak
membentuk pasangan lebih dulu sebelum masing-masing orbital terisi
sebuah elektron.
Contoh :
Sistem Periodik Unsur
Sistem periodik unsur disusun berdasarkan pengamatan sifat kimia dan
sifat fisika unsur. Unsur yang mempunyai kemiripan, baik sifat kimia
maupun fisika diletakkan dalam satu golongan.
Menentukan letak golongan
Jika konfigurasi elektron berakhir pada sn maka unsur tersebut pada golongan nA
Jika konfigurasi elektron berakhir pada pn maka unsur tersebut pada golongan (n+2)A
Jika konfigurasi elektron berakhir pada dn maka unsur
tersebut pada golongan (n+2)B untuk n+2 berjumlah 8, 9, dan 10,
sedangkan untuk n+2 yang berjumlah 11 dan 12 unsur terletak pada
golongan IB dan IIB
Jika konfigurasi elektron berakhir pada fn, maka unsur tersebut terletak pada golongan lantanida dan aktinida
Menentukan letak periode
Letak periode ditentukan dari jumlah kulit elektron unsur yang ditandai dengan angka di depan subkulit yang terbesar.
Contoh 19K = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 atau [18Ar] 4s1
K terletak pada periode 4, golongan IA 23L = = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d3 atau [18Ar] 4s2 3d3
L terletak pada periode 4, golongan VB
Bentuk molekul
Bentuk molekul ditentukan melalui percobaan, tetapi untuk
molekul-molekul sederhana dapat diramalkan bentuknya berdasarkan
struktur-struktur elektron dalam molekul melalui teori VSEPR (Valence
Shell Electron Pair Repulsion). Struktur elektron dalam molekul, yaitu
dibentuk molekul, ditentukan oleh pasangan elektron terikat dan kekuatan
tolak menolak antar pasangan.
PEB – PEB > PEB – PEI > PEI – PEI
Keterangan :
PEB : Pasangan elektron bebas
PEI : Pasangan elektron ikatan
Berbagai kemungkinan bentuk molekul sebagai berikut :
Catatan :
A : atom pusat
X : pasangan elektron terikat
E : pasangan elektron bebas
Langkah-langkah untuk meramalkan bentuk molekul suatu senyawa sebagai berikut :
Gambarkan struktur Lewis senyawa tersebut
Tentukan jumlah PEB dan PEI di sekeliling atom pusat
Gunakan hasil nomor 2 untuk merumuskan tipe tersebut
Contoh :
Meramalkan bentuk molekul dari CH4 adalah :
Konfigurasi dari 6C = 2 4
Konfigurasi dari 1H = 1
Jumlah PEI = 4 dan PEB = 0
Tipe molekulnya adalah AX4, bentuk molekulnya adalah tetrahedron
D. Gaya tarik Antar molekul
Gaya tarik antarmolekul dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Gaya Van der Walls, yang terdiri atas gaya tarik menarik dipol sesaat dan gaya tarik menarik dipol-dipol.
a. Gaya tarik menarik dipol sesaat
Dipol sesaat terbentuk apabila elektron dari suatu daerah berpindah
ke daerah lainnya. Hal itu menyebabkan suatu molekul yang secara normal
bersifat nonpolar menjadi polar, sehingga antar molekul nonpolar terjadi
gaya tarik menarik yang lemah.
Gaya tarik menarik ini dikemukakan oleh Fritz London, maka disebut
gaya London atau gaya Dispersi. Gaya London ini terutama terdapat pada
molekul-molekul nonpolar, misalnya CH4, H2O.
b. Gaya tarik dipol-dipol
Suatu molekul yang penyebaran muatannya tidak simetris akan bersifat
polar dan mempunyai ujung-ujung yang berbeda muatan (dipol). Susunan
molekul seperti ini akan menghasilkan suatu gaya tarik menarik yang
disebut gaya tarik dipol-dipol. Gaya tersebut terdapat pada senyawa
polar. Senyawa polar cenderung mempunyai titik leleh dan titik didih
yang lebih tinggi daripada senyawa nonpolar. Contoh senyawa polar,
misalnya HCl dan BH3
Gaya-gaya antar molekul, yaitu gaya dispersi gaya London) dan gaya
dipol-dipol, secara kolektif disebut gaya Van Der Walls. Gaya dispersi
terdapat pada setiap zat, baik polar maupun nonpolar. Gaya tarik
dipol-dipol yang terdapat pada zat polar menambah gaya dispersi dalam
zat itu.
Ikatan hidrogen
Ikatan hidrogen terjadi antara molekul-molekul yang sangat polar dan
mengandung atom hidrogen (H). Molekul-molekul yang sangat polar,
misalnya F2, O2, dan N2 sedangkan yang termasuk ikatan hidrogen, misalnya HF, H2O, dan NH3.
Ikatan hidrogen jauh lebih kuat daripada gaya-gaya Van Der Walls.
Energi untuk memutuskan ikatan hidrogen adalah sekitar 15 sampai 40
kJ/mol, sedangkan untuk gaya Van Der Walls adalah sekitar 2 sampai 20
kJ/mol. Itulah sebabnya mengapa zat yang mempunyai ikatan hidrogen
mempunyai titik cair dari titik didih yang relatif tinggi.
Larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang pH-nya
relatif tetap (tidak berubah) pada penambahan sedikit asam atau sedikit
basa. Ditinjau daru komposisi zat penyusunnya, sistem larutan penyangga
dibagi menjadi dua, yaitu sistem penyangga asam dan basa konjugasinya
serta sistem penyangga basa dan asam konjugasinya. Sistem penyangga asam dan basa konjugasinya
Larutan penyangga ini dibuat secara langsung dari campuran asam lemah
dengan basa konjugasinya atau campuran asam lemah dengan garamnya.
Contoh :
Mereaksikan :
CH3COOH dari CH3COONa :
CH3COOH : asam lemah
CH3COONa : basa konjugasi
H3PO4 dan NaH2PO4 :
H3PO4 : asam lemah
NaH2PO4 : basa konjugasi
Selain dibuat secara langsung, juga dapat dibuat secara tidak
langsung, yakni dengan mereaksikan asam lemah berlebihan dengan basa
kuat.
Contoh :
Mereaksikan 100 mL larutan CH3COOH 0,1M dengan 50 mL NaOH 0,1M sehingga secara stokiometri dalam 150 mL campuran yang dihasilkan terdapat 0,005 mol CH3COOH (sisa reaksi) dan CH3COO– (hasil reaksi) Sistem penyangga basa dan asam konjugasinya
Larutan penyangga ini dibuat secara langsung dari campuran basa lemah
dengan asam konjugasinya atau campuran basa lemah dengan garamnya.
Contoh :
Mereaksikan larutan NH3 atau NH4OH dengan larutan NH4Cl sehingga terdapat NH4OHdan NH4+ yang berasal dari ionisasi NH4Cl.
Selain dibuat secara langsung juga dapat dibuat secara tidak
langsung, yakni dengan mereaksikan basa lemah berlebihan dengan asam
kuat.
Contoh :
Mereaksikan 100 mL larutan NH4OH 0,1M dengan 50 mL larutan HCl 0,1M sehingga secara stokiometri dalam 150 mL campuran yang dihasilkan terdapat 0,005 mol NH4OH (sisa reaksi) dan NH4+ (hasil reaksi)
pH larutan penyangga
1. Sistem penyangga asam dengan basa konjugasinya
Disebut juga buffer asam
Buffer asam → asam lemah + basa konjugasinya
Harga pH lebih kecil dari 7 (pH < 7)
Tergantung dari harga Ka asam lemah dan perbandingan mol asam lemah (nA) dan mol basa konjugasinya (nG).
atau
Contoh :
Hitung pH larutan penyangga yang dibuat dari 100 mL larutan CH3COOH 0,1 M dengan 200 mL CH3COONa 0,1 M (Ka CH3COOH = 105)
Jawab :
CH3COOH = 100 mL x 0,1 mol L-1 = 10 mmol (asam)
CH3COONa = 200 mL x 0,1 mol L-1 = 20 mmol (basa konjugat) 2. Sistem penyangga basa dengan asam konjugasinya
Disebut juga buffer basa
Buffer basa → basa lemah + asam konjugasinya
Harga pH lebih besar dari 7 (pH > 7)
Tergantung dari harga Kb pada basa lemah dan perbandingan mol basa lemah (nB) serta mol asam konjugasinya (nG)
atau
Contoh :
Dalam 1 liter larutan terdapat 0,01 mol NH3 dan 0,02 mol NH4+ yang berasal dari kristal (NH4)SO4. Jika Kb NH3 = 10-5, maka berapa pH larutan tersebut?
Jawab :
Hitung pH larutan yang dibuat dari campuran 100 mL larutan NH4OH 0,1 M dengan 50 mL larutan HCl 0,1 M (Kb NH4OH = 10-5)
Jawab :
NH4OH = 100 mL x 0,1 mol L-1 = 10 mmol
HCl = 50 mL x 0,1 mol L-1 = 5 mmol Daya penahan larutan penyangga
Pada dasarnya suatu larutan yang tersusun dari asam lemah dan basa
konjugasi merupakan suatu sistem kesetimbangan dalam air, yang
melibatkan kesetimbangan air dan asam lemah. Penambahan larutan asam
lemah atau basa ke dalam suatu larutan penyangga dalam batas-batas
tertentu dapat dipertahankan, tetapi pada penambahan yang berlebihan
atau pengenceran yang berlebihan tetap akan mengalami perubahan.
Contoh:
Dalam 1 liter larutan penyangga yang mengandung larutan CH3COOH 0,1M dan CH3COO– 0,1 M ditambahkan 10 mL larutan HCl 0,1M. (Ka CH3COOH = 10-5) Tentukan pH larutan penyangga :
Sebelum ditambah HCl dan
Setelah ditambah HCl
Jawab :
1. Sebelum ditambah HCl
2. Setelah ditambah HCl
Jumlah mol sebelum ditambah HCl
CH3COOH = 0,1 mol/L x 1 L = 0,1 mol
CH3COO– = 0,1 mol/L x 1 L = 0,1 mol
HCl yang ditambahkan = 0,1 mol/L x 0,01 L = 0,01 mol
Jumlah mol H+ = 0,01 mol
Pada penambahan HCl, ion H+ dari HCl bereaksi dengan ion CH3COO–,
CH3COO– + H+ → CH3COOH
Sehingga jumlah mol :
CH3COOH = 0,1 + 0,001 mol = 0,101 mol
CH3COO– = 0,1 – 0,001 mol = 0,099 mol
Maka
pH = 5- log 1,02
maka perubahan pH yang terhadi sebesar 0,005. Larutan penyangga dalam kehidupan sehari-hari
Reaksi kimia yang terjadi dalam tubuh manusia melibatkan enzim
sebagai katalisator yang hanya dapat bekerja dengan baik pada pH
tertentu (pH optimumnya) sehingga diperlukan adanya pH yang relatif
tetap. Di dalam tubuh terdapat pasangan asam-basa konjugasi yang
berfungsi sebagai larutan penyangga untuk mempertahankan harga pH.
Contoh sistem penyangga dalam tubuh :
Penyangga karbonat (H2CO3/HCO3), berfungsi untuk menjaga pH darah (ekstra sel)
Penyangga fosfat (H2PO4/HPO4), berfungsi menjaga pH cairan intra sel
Penyangga asam amino/protein.
Apabila mekanisme pengaturan pH dalam tubuh gagal (dapat terjadi saat
kira sakit jantung, ginjal, diabetes, diare terus menerus) maka pH
dapat turun ke bawah 7 atau naik di atas 7,8 sehingga menyebabkan
kerusakan permanen pada organ tubuh atau bahkan kematian.
Sumber : http://fatihah2209.blogspot.co.id/2015/11/larutan-penyangga.html
SISTEM KOLOID : PEMBUATAN KOLOID DAN DISPERSASI KOLOID
Merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya mengenai sifat koloid
Pembuatan Koloid
Larutan Koloid dapat dibuat dengan dua cara :
Dengan Cara Dispersi
jalan Cara Dispersi adalah suatu cara pembuatan larutan koloid dengan mengubah partikel-partikcl kasar menjadi partikel koloid.
Partikel kasar –> Partikel Koloid
Cara dispersi ini dapat dilakukan dengan cara kimia atau cara mekanik
a. Dengan cara Mekanik
Materi yang besar dihaluskan dengan cara menggunakan
penggilingan koloid. karbon kasar dijadikan halus lalu didispersikan ke
dalam air.
b. Dengan cara Peptisari
Dengan penambahan elektrolit (zat kimia) maka endapan yang
terjadi dapat diubah menjadi partikel koloid. Endapan Al(OH)3, terjadi
apabila reaksi pembentukan Al(OH)3 dalam jumlah yang banyak. Endapan
tersebut dapat berubah menjadi koloid apabila ditambah AlCl3 Jika Gas
H2S dialirkan keendapan cas atau endapan NiS akan terbentuk Sol S yang
terdispersi. Maka endapan ini membentuk sol sulfida bukan dan larutan.
Dengan Cara Kondensasi
Cara kondensasi dapat dilakukan dengan cara kimia atau
dapat dilakukan dengan cara penurunan kelarutan. Atau partikel-partikel
diubah menjadi partikel besar yang berukuran koloid. Untuk menurunkan
kelautan zat tersebut kita ganti pelantnya. Dalam proses kondensasi,
molekul molekul dari larutan direaksikan menghasilkan suatu senyawa
yang sukar larut dalam ni dan membentuk partikel koloid.
Partikel molekuler (kondensasi) —> Partikel koloid
Reaksi kimia yang sering dilakukan untuk menghasilkan partikel koloid dapat dilihat pada contoh berikut ini:
Reaksi Redoks
Pada reaksi berikut terjadi perubahan bilangan oksidasi:
a. Pembuatan sol belerang
sol belerang ini dapat dibuat dengan mengalirkan gas H2S kedalam lantan SO2
2H2S + SO2 –> 3S + 2H2O
b. Pembuatan sol emas
2AuCl3 + 3HCOH + 3H2O –> 2Au + 6HCl + 3HCOOH
AuCl3 + 3FeSO4 –> Au + Fe2(SO4)2 + FeCl3
Reaksi Hidrolisis
a. Dengan penambahan larutan FeCl3 ke dalam air yang sedang
mendidih membentuk sol Fe(OH)3, maka reaksi elektrolisa dapat terbentuk
sebagai berikut
FeCl3 + 3H2S –>Fe(OH) 3 + 3HCl
b. Sol senyawa hidrolisis yang sukar larut seperti Fe(OH) 3. Al(OH)3 dapat dibuat dari reaksi hidrolisis dengan air.
Contoh:
1. Pembuatan sol Fe(OH)3
Dalam air yang mendidih ditambahkan larutan FeCl3 akan terjadi
FeCl2 +H20 –> Fe(OH)3 + 3HCl
2. Pembuatan sol Al(OH)3
Jika air dimasukan larutan Al(SO4)3, atau AlCl3 (tawas) akan terjadi :
AlCl3 + 3H2O –> Al(OH)3 + 3HCl
3. Reaksi penggaraman
Pada pereaksi yang encer dapat
membentuk partikel koloid dari beberapa sol garam yang sukar larut,
seperti BaSO4, PbI2, AgCl, PbSO4, AgBr
Contoh
AgNO3 + NaCl –> AgCl + NaNO3
4. Reaksi subtitusi
Dalam larutan asam arsent encer melalui reaksi subtitusi, dialirkan gas H2S membentuk sol As2S3 sebagai berikut.
2H3AsO3 + 3H2S –> As2S3 + 6H20
Dispersi Koloid
Sistim dispersi zat dapat dibedakan menurut ukurannya
1.Dispersi halus
Ukuran partikel-partikel suatu zat yang didispersikan antara 1 sampai dengan 100 millimikron.
2. Dispersi kasar
Partikel partikel zat yang didispersikan lebih dari 100 millimikron.
3. Dispersi molekuler
Partikel partikel yang lebih kecil dari pada 1 millimikron
merupakan partikel-partikel zat yang didispersikan. Ada beberapa fase
dari sistim koloid tersebut, yaitu : fase dispersi dan fase medium
dispersi. Kedua fase ini terdapat gas cair dan padat.
Jadi pada kedua fasa tersebut di atas terdapat hubungan sistimkoloid dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Sumber : http://fatihah2209.blogspot.co.id/2015/11/sistem-koloid-pembuatan-koloid-dan.html
Sifat khas dari partikel koloid sesuai dengan Efek Tyndall, Gerak Brown adsorpsi, koaguasi, koloid pelindung dan dialisa.
1. Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh patikel
partikel debu yang terdapat dalam ruang jika seberkas cahaya yang
dilewatkan pada suatu ruang yang gelap melalui suatu celah atau larutan
maka berkas cahaya atau sorotan cahaya akan nampak jelas hal ini disebut
dengan sistim koloid
Seorang Ahli fisika berkebangsaan Inggris yang benama John
Tyndall (1820-1893) adalah orang pertama kali menerangkan bahwa jika
seberkas cahaya yang diarahkan kedalam suatu medium akan terlihat suatu
gejala yang mengandung partikel-partikel koloid Disamping itu dia juga
berhasil mengemukakan bahwa adanya penghubung cahaya dari daerah panjang
gelombang biru yang disebabkan adanya partikel-partikel oksigen dan
nitrogen diudara sehingga langit nampak berwarna biru. Satu contoh lagi
yang membuktikan teriadinya efek tyndall yaitu jika kita naik motor pada
malam yang gelap dimusim kemarau maka sorot lampu motor akan kelihatan
nampak jelas jika ada sedikit partikel partikel debu. demikian pula
sebaliknya setelah teradi hujan maka sorotan lampu motor tersebut tidak
nampak jelas.
Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut tentang terjadinya sistem koloid
2. Gerak Brown
Gerak Brown adalah suatu gerak yang tidak teratur atau
secara acak karena terjadi saling benturan molekul molekul zat dispersi
pada partikel koloid. Partikel partikel ini dapat terlihat jelas jika
kita mempergunakan mikroskop ultra.
Gerak brown ini juga membuktikan adanya teori kinetik
molekul gerak ini semakin hebat jika terdapat pada partkel partikel
koloid yang sangat kecil
3. Muatan Koloid
Koloid yang bermuatan positif dan koloid yang bermuatan negatif
Contoh :
Koloid yang bermuatan negatif ialah As2S3. karena menyerap
ion ion negatif pada partikel partikel koloid dan yang bermuatan positif
ialah Fe(OH)3 karena dalam air akan menyerap ion H+
4. Adsorpsi Koloid
Partikel koloid menyerap ion-ion pada bidang permukaan,
yang menyebabkan partikel koloid tersebut bermuatan listrik positip atau
bermuatan listrik negatif
Contoh :
Partikel koloid Fe(OH)3 air akan menyerap ion-ion H+ sehingga dapat bermuatan positif.
Sedangkan koloid pelindung adalah koloid yang dicampur
dengan koloid yang lain tidak mengalami penggumpalan. Koloid pelindung
ini akan melapisi partikel koloid lain sehingga dapat melindungi muatan
koloid tersebut.
Misalnya:
Pada tinta atau pada cat jika tidak diberi koloid pelindung akan terjadi pengendapan.
sifat-sifat adsorpsi koloid sebagai berikut:
Dapat menjernihkan air yang keruh dengan memberikan tawas K2SO4 Al2
(SO4)3 sehingga menghasilkan partikel koloid Al (OH)3 yang mampu
mengendapakan kotoran
Menjernihkan larutan gula dari bentuk yang berwarna coklat menjadi putih
Untuk menghilangkan bau badan digunakan sabun berlangsung
berdasarkan cara adsorpsi buih sabun menggunakan permukaan yang luas
sehingga mampu mengemulsikan kotoran yang melekat
Untuk mewarnai serat wol kapas atau sutera kita gunakan sistim
adsorpsi serat tersebut apabila diwamai maka dicampur dengan garam
Al2(SO4)3, kemudian dicelupkan dalam larutan zat wama. Koloid Al(OH)3
terbentuk karena hidrolisa Al2(SO4)3 akan mengadopsi zat warna.
5. Koagulasi Koloid
Kaagulasi koloid ialah peristiwa terjadiya pengendapan koloid. Ada beberapa cara dalam melakukan koagulasi adalah :
Dengan cara penambahan zat elektrolit misalnya partikel-partikelkaret alam dalam lateks dikoagulasikan dengan asam asetat.
Dengan cara mekanik yaitu diadakan pengadukan, pemanasan, Pendinginan
Pencampuran dua jenis larutan koloid yang bermuatan berlawanan.
Misalnya :
Campuran sistim koloid As2S3 yang bermuatan negatif dan sistim koloid Fe(OH) yang bermuatan positif akan mengumpul
6. Koloid Liofil dan Liofob
Koloid liofil adalah koloid sol dimana partikel-partikel koloid yang dapat mengikat atau menarik pelarutnya (cairannya).
Contoh: Agar Agar kanji, sagu, jika kita rebus akan
mengembang yang tadinya satu bungkus atau satu gelas akan menjadi satu
piring bahkan menjadi setengah panci.
Koloid Liofob adalah koloid sol dimana sistim koloid yang partikel – partikelnya tidak dapat menarik molckul-molekul pelarutnya
Contoh : Koloid liofob adalah sol belerang sol emas, sistem koloid AgCl. sol Ag2, sol Fe(OH)3
7. Dialisis
Dialisis adalah proses pemumian partikel-partikel koloid
atau proses penyaringan koloid dengan cara kita menggunakan kertas
perkamen (membran). Yang diletakkan kedalam air yang sedang mengalir
dimana patikel-partikel koloid dari muatan-muatan tersebut menempel pada
permukaannya. Adanya ion-ion tersebut merupakan hasil dari sisa-sisa
pereaksi pada proses pembuatannya.
8. Elektro foresa
Pada partikel-partikel koloid yang bermuatan dengan bantuan
arus listrik yang mengalir ke masing-masing elektroda yang muatannya
berlawanan. Maka partikel-partikel elektroda yang bermuatan positif
bergerak ke elektroda negatif sedangkan partikel elektroda negatif ke
elektroda positif maka setelah bergerak sampai kemasing-masing elektroda
biasanya partikel koloid membentuk koagulasi. Jadi pada peristiwa
koloid yang bermuatan yang disebut pemisahan Elektro foresa.
Hidrolisis Garam merupakan pelajaran lanjutan untuk yang sudah mempelajari asam basa.
Karena nantinya kita akan mempelajari hidrolisis garam yang terbentuk
akibat campuran antara asam dan basa. Sebelum masuk pada penjelasan
mengenai hidrolisis garam. Ada baiknya kita mengenal apa itu hidrolisis.
Hidrolisis berasal dari gabungan kata Hidro dan lisis. Hidro ini
berarti air dan lisis berarti pecah/hancur. maka hidrolisis ini bisa
diartikan dengan pecahnya air menjadi senyawa punyusunnya seperti H+ dan
OH-. Namun karena disini ialah hidrolisis garam maka ada sedikit
perbedaan. Garam terbentuk ketika terjadi reaksi antar asam dan basa.
Ketika kita melarutkan garam ke dalam air. maka ada beberapa hal yang mungkin terjadi. 1. Asam lemah dan Basa Lemah
Ion-ion yang berasal dari asam lemah (misalnya CH3COO–, CN–, dan S2–) atau ion-ion yang berasal dari basa lemah (misalnya NH4+, Fe2+, dan Al3+) akan bereaksi dengan air. Reaksi suatu ion dengan air inilah yang disebut hidrolisis. Contohnya : CH3COO– + H2O –> CH3COOH + OH– 2. Asam Kuat dan Basa Kuat
Ion-ion yang berasal dari asam kuat (misalnya Cl–, NO3–, dan SO42–) atau ion-ion yang berasal dari basa kuat (misalnya Na+, K+, dan Ca2+) tidak bereaksi dengan air atau tidak terjadi hidrolisis. Contohnya : Na+ + H2O —-> tak terjadi reaksi
Jadi perlu diingat bahwa hidrolisis terjadi pada campuran antara
asam/basa kuat dengan asam/basa lemah atau sesama asam dan basa lemah.
Hidrolisis tidak terjadi pada garam netral dari campuran asam dan basa kuat.
Asam Kuat + Basa lemah —-> Garam asam (Hidrolisis Parsial)
Asam Lemah + Basa Kuat —> Garam Basa (Hidrolisis Parsial)
Asam Lemah + Basa Lemah —> Garam asam/basa tergantung harga Ka den Kb (Hidrolisis Total)
Asam Kuat + Basa Kuat —> Garam Netral (Tidak terhidrolisis)
Perlu di ketahui bahwa:
Kh = Tetapan Hidrolisis | Kw = Tetapan Air(10-14) | Kb = Tetapan Basa Perhitungan Garam Asam
Perhitungan Garam Basa
Perhitungan pH tetap menggunakan perhitungan normal asam basa seperti pada artikel perhitungan asam basa . dan dalam menentukan reaksi dan stoikiometri maka bacalah dulu artikel pendukung reaksi pembatas
Untuk mengetahui bagaimanakah keadaan yang setimbang itu,Silahkan mengamati tayangan berikut..
Kita coba dengan alternatif lain..
Apabila air dalam sebuah tempat tertutup (sistem tertutup atau pada suhu kamar) dipanaskan, beberapa molekul air pada permukaan akan bergerak cukup cepat untuk lepas dari cairan dan menguap. Apabila air berada dalam ruang terbuka, tidak mungkin molekul air akan kembali lagi, sehingga uap yang terbentuk akan habis. Namun, jika air berada pada suatu tempat tertutup , maka akan terdapat perbedaan.
Uap yang terbentuk tidak dapat melepaskan diri dan akan bertabrakan dengan air-air di permukaan dan akan kembali pada cairan (dengan kata lain mengembun). Pada awalnya kecepatan pengembunan rendah, saat terdapat sedikit molekul dalam uap. Penguapan akan berlanjutdengan kecepatan yang lebih besar daripada pengembunan.Olehkarena itu, volume air akan menyusut dan molekul-molekul uap akan bertambah. Bertambahnya molekul-molekul uap mengakibatkan molekul-molekul tersebut saling bertabrakan, dan bergabung dengan cairan. Pada akhirnya, kecepatan penguapan dan pengembunan akan sama. Keadaan di mana reaksi berlangsung terus-menerus dan kecepatan membentuk zat produk sama dengan kecepatan menguraikan zat pereaksi disebut kesetimbangan dinamik. Reaksi kimia yang dapat balik (zat-zat produk dapat kembali menjadi zat-zat semula) disebut reaksi reversibel.
Ciri-ciri kesetimbangan dinamis adalah:
1. Reaksi berlangsung terus-menerus dengan arah yang berlawanan.
2. Terjadi pada ruang tertutup, suhu, dan tekanan tetap.
3. Kecepatan reaksi ke arah produk (hasil reaksi) sama dengan kecepatan reaksi ke
arah reaktan (zat-zat pereaksi).
4. Tidak terjadi perubahan makroskopis, yaitu perubahan yang dapat dilihat, tetapi
terjadi perubahan mikroskopis, yaitu perubahan tingkat partikel (tidak dapat
dilihat).
5. Setiap komponen tetap ada.
Pada reaksi kesetimbangan peruraian gas N2O4 menjadi gas NO2, tercapai
keadaan setimbang saat kecepatan terurainya N2O4 sama besarnya dengan kecepatan
membentuk kembali N2O4.
N2O4(g) ←⎯⎯⎯⎯→ 2 NO2(g)
Tercapainya kesetimbangan dinamis peruraian N2O4 dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar (a) Reaksi dimulai,
campuran reaksi terdiri dari N2O4 tidak berwarna, (b) N2O4 terurai
membentuk NO2 cokelat kemerahan,warna campuran jadi cokelat, (c)
Kesetimbangan tercapai, konsentrasiNO2 dan N2O4 konstan dan warna
campur-an mencapai warna final, (d)Karena reaksi berlangsung terusmenerus
dengan kecepatan sama,maka konsentrasi dan warna konstan.
Sumber: Chemistry, The MolecularNature of Matter and Change, Martin
S. Silberberg, 2000.
Dalam sistem terbuka (di alam sekitar kita) terjadi kesetimbangan kimia (reaksi bolak-balik/dua arah/reversibel), yaitu proses siklus oksigen, siklus air, dan siklus nitrogen. Dengan adanya kesetimbangan kimia (reaksi reversibel/ dua arah), maka makhluk hidup tidak kehabisan oksigen untuk bernapas dan tidak kehabisan air untuk keperluan sehari-hari.
1.Keadaan Kesetimbangan
Reaksi yang dapat berlangsung dalam dua arah disebut reaksi dapat balik (reversibel). Apabila dalam suatu reaksi kimia, kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi ke kiri, maka reaksi dikatakan dalam keadaan setimbang. Secara umum, reaksi kesetimbangan dapat dinyatakan sebagai:
A + B ←⎯⎯⎯⎯→ C + D
Ada dua macam sistem kesetimbangan, yaitu kesetimbangan dalam sistem homogen dan kesetimbangan dalam sistem heterogen.
A. Kesetimbangan dalam Sistem Homogen
1. Kesetimbangan dalam sistem gas–gas
Contoh:
2 SO2(g) + O2(g) ←⎯⎯⎯⎯→ 2 SO3(g)
2. Kesetimbangan dalam sistem larutan–larutan
Contoh:
NH4OH(aq) ←⎯⎯⎯⎯→ NH4+(aq) + OH–(aq)
B. Kesetimbangan dalam Sistem Heterogen
1. Kesetimbangan dalam sistem padat–gas
Contoh:
CaCO3(s) ←⎯⎯⎯⎯→ CaO(s) + CO2(g)
2. Kesetimbangan dalam sistem padat–larutan
Contoh:
BaSO4(s) ←⎯⎯⎯⎯→ Ba2+(aq) + SO42–(aq)
3. Kesetimbangan dalam sistem larutan–padat–gas
Contoh:
Ca(HCO3)2(aq) ←⎯⎯⎯⎯→ CaCO3(s) + H2O(l) + CO2(g)
2. Pergeseran Kesetimbangan
Apakah yang akan terjadi bila simpanan air di bumi habis? Penggundulan hutan karena pohon-pohon ditebang untuk diambil kayunya atau membuka lahan untuk ladang. Tidak ada simpanan air tanah. Siklus air menjadi terganggu, sehingga sistem kesetimbangan air di alam juga akan terganggu. Kalau ada pengaruh dari luar, sistem kesetimbangan akan mengadakan aksi untuk mengurangi pengaruh atau gangguan tersebut. Asas Le Chatelier menyatakan: “Bila pada sistem kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian rupa, sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya”. Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan kesetimbangan yang baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran kesetimbangan (Martin S. Silberberg, 2000). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pergeseran kesetimbangan adalah:
1. perubahan konsentrasi salah satu zat
2. perubahan volume atau tekanan
3. perubahan suhu
A. Perubahan Konsentrasi
Apabila dalam sistem kesetimbangan homogen, konsentrasi salah satu zat diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang berlawanan dari zat tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu zat diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat tersebut. Bila zat diencerkan dengan menambah air pada sistem, maka kesetimbangan bergeser pada jumlah molekul terbanyak.
B. Perubahan Volume atau Tekanan
Jika dalam suatu sistem kesetimbangan dilakukan aksi yang menyebabkan perubahan volume (bersamaan dengan perubahan tekanan), maka dalam sistem akan mengadakan reaksi berupa pergeseran kesetimbangan sebagai berikut.
1. Jika tekanan diperbesar (volume diperkecil), maka kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah koefisien reaksi kecil.
2. Jika tekanan diperkecil (volume diperbesar), maka kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah koefisien reaksi besar.
Catatan: Pada sistem kesetimbangan di mana jumlah koefisien reaksi sebelah kiri sama dengan jumlah koefisien reaksi sebelah kanan, maka perubahan tekanan atau volume tidak menggeser letak kesetimbangan
Contoh:
Pada reaksi kesetimbangan:
N2(g) + 3 H2(g) ←⎯⎯⎯⎯→ 2 NH3(g)
jumlah koefisien reaksi di kanan = 2
jumlah koefisien reaksi di kiri = 1 + 3 = 4
• Bila pada sistem kesetimbangan tersebut tekanan diperbesar (volume
diperkecil), maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan (jumlah koefisien
kecil).
• Bila pada sistem kesetimbangan tersebut tekanan diperkecil (volume
diperbesar), maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri (jumlah koefisien
besar).
C. Perubahan suhu
Menurut Van’t Hoff:
1. Bila pada sistem kesetimbangan suhu dinaikkan, maka kesetimbangan
reaksi akan bergeser ke arah yang membutuhkan kalor (ke arah reaksi
endoterm).
2. Bila pada sistem kesetimbangan suhu diturunkan, maka kesetimbangan
reaksi akan bergeser ke arah yang membebaskan kalor (ke arah reaksi
eksoterm).
Contoh:
2 NO(g) + O2(g) ←⎯⎯⎯⎯→ 2 NO2(g) ΔH = –216 kJ
(reaksi ke kanan eksoterm)
Reaksi ke kanan eksoterm berarti reaksi ke kiri endoterm.
• Jika pada reaksi kesetimbangan tersebut suhu dinaikkan, maka kesetimbangan
akan bergeser ke kiri (ke arah endoterm atau yang membutuhkan
kalor).
• Jika pada reaksi kesetimbangan tersebut suhu diturunkan, maka kesetimbangan
akan bergeser ke kanan (ke arah eksoterm).
D. Pengaruh Katalisator terhadap Kesetimbangan
Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah mempercepat tercapainya kesetimbangan dan tidak merubah letak kesetimbangan (harga tetapan kesetimbangan Kc tetap). Hal ini disebabkan katalisator mempercepat reaksi ke kanan dan ke kiri sama besar.
PENGARUH KATALISATOR TERHADAP KESETIMBANGAN
Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah mempercepat tercapainya kesetimbangan dan tidak merubah letak kesetimbangan (harga tetapan kesetimbangan Kc tetap), hal ini disebabkan katalisator mempercepat reaksi ke kanan dan ke kiri sama besar.
HUBUNGAN ANTARA HARGA Kc DENGAN Kp
Untuk reaksi umum:
a A(g) + b B(g) ↔ c C(g) + d D(g)
Harga tetapan kesetimbangan:
Kc = [(C)c . (D)d] / [(A)a .(B)b]
Kp = (PCc x PDd) / (PAa x PBb)
dimana: PA, PB, PCdan PDmerupakan tekanan parsial masing-masing gas A, B. C dan D.
Secara matematis, hubungan antara Kc dan Kp dapat diturunkan sebagai:
Kp = Kc (RT) Dn
dimana Dn adalah selisih (jumlah koefisien gas kanan) dan (jumlah koefisien gas kiri).
Contoh:
Jika diketahui reaksi kesetimbangan:
CO2(g) + C(s) ↔ 2CO(g)
Pada suhu 300o C, harga Kp= 16. Hitunglah tekanan parsial CO2, jika tekanan total dalam ruang 5 atm!
Jawab:
Misalkan tekanan parsial gas CO = x atm, maka tekanan parsial gas CO2 = (5 – x) atm.